Hak yang paling primer seorang istri adalah kehangatan dari suaminya.
Imam Baqir pernah berkata, “Barangsiapa menikahi seorang perempuan maka
wajib baginya memuliakannya, sebab istri seseorang dari kalian adalah
sarana kebahagiaan kalian. Oleh karena itu istri tidak boleh direndahkan
dan dirusak dengan mengabaikan hak-haknya untuk mendapat pemuliaan.”
[Bihar al Anwar, jilid 103, hal. 224)
Ada dua dosa yang disegerakan azabnya oleh Allah SWT kata Nabi, al-baghyu dan durhaka kepada orangtua.
Apa al baghyu itu? Al baghyu adalah berbuat zalim dan sewenang-wenang,
menindas dan menganiaya orang lain. Dan al baghyu yang paling dimurkai
adalah zalim terhadap istri sendiri.
Diantara bentuk al Baghyu adalah menelantarkan istri dengan tidak
memberikan nafkah, menyakiti dan meremukkan hatinya, merampas kehangatan
cintanya, melecehkan dan merendahkan kehormatannya, mengabaikan
keinginan-keinginannya, menyingkirkannya dalam pengambilan keputusan dan
mencabut haknya untuk memperoleh kebahagiaan hidup bersama kita. Tidak
sedikit dari kita yang menjadi saksi mata akan bukti nyata ampuhnya
hadits Nabi tersebut, bahwa mengabaikan hak istri akan disegerakan
azabnya. Nauzubillah.
Kita bukan hendak membicarakan suami yang berselingkuh, suami yang
kurang pemberian nafkahnya, atau suami yang tidak menarik penampilannya.
Tapi suami yang tidak mampu memberikan kehangatan kepada istrinya.
Banyak yang mampu memberikan istriya kemewahan dan hidup yang serba
mudah, namun amat sedikit yang bisa membagi kehangatan pada istrinya.
Padahal diantara kebutuhan istri yang paling primer adalah kehangatan
suami. Banyak istri yang bisa bertahan dengan suaminya yang chasingnya
biasa-biasa saja. Tidak sedikit juga istri yang rela dengan uang belanja
dari suami yang pas-pasan. Tapi istri akan sangat menderita dan
tersiksa batinnya jika tidak memperoleh kehangatan dari suaminya.
Banyak rumah tangga yang dibangun diatas kemegahan dan kemewahan
melimpah namun akhirnya hancur lebur, sementara tidak sedikit rumah
tangga meskipun dililit kesulitan ekonomi namun bisa bertahan hingga
akhir. Jawabannya adalah adanya kehangatan yang terus tumbuh.
Bagaimana kehangatan itu bisa dilahirkan, dipupuk dan ditumbuhkan?
Modal cinta tidak akan pernah cukup. Harus dibarengi dengan kesadaran
yang terus dijaga, bahwa perempuan dinikahi untuk dimuliakan dan
diagungkan hidupnya. Untuk diajak hidup bahagia bersama. Termasuk suami
yang aniaya jika membiarkan istri menderita dan meneteskan airmata
karena tidak mendapatkan kehangatan dari suaminya. Nabi sampai
‘kehilangan malu’ untuk menyerukan, kecup bibir istrimu, (bahkan dalam
Shahih Bukhari disebutkan saling menggigit bibirlah), remas jarinya,
berhubungan intimlah minimal empat hari sekali (hukumnya sunnah, jangan
terlalu dipaksakan), manjailah, bercandalah, ucapkan kata-kata mesra,
bilang I love you padanya dan seterusnya yang intinya dapat melahirkan
kehangatan dalam rumah tangga.
Mengapa kehangatan dalam rumah tangga itu penting? Dari rumah tangga
yang sehat, hangat dan harmonis akan lahir individu-individu masyarakat
yang akan membangun kehidupan sosial menjadi lebih baik. Saking
pentingnya keharmonisan dan kehangatan dalam rumah tangga, Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib sampai menulis surat kepada Malik al-Asytar
dengan menasehatkan, “Pilihlah pegawaimu dari orang-orang yang berasal
dari rumah tangga yang harmonis, dan disana mereka mendapat pendidikan.”
(Nahjul Balaghah, surat ke 53).
Mari membangun rumah tangga yang harmonis dimulai dari kesadaran tidak
terhormatlah seorang laki-laki yang tidak mampu menghormati perempuan,
sebagaimana yang pernah disabdakan Nabi. Hormati istri kita, agungkan,
muliakan, jangan abaikan haknya untuk memperoleh kehangatan dan
kebahagiaan, jangan rampas cintanya, jangan patahkan hatinya, jangan
hancurkan harapannya untuk terus hidup bahagia bersama kita.
Istri orang lain? biar suaminya sendiri yang mengurusinya. Perempuan
yang belum bersuami? Insya Allah akan ada laki-laki lain yang lebih baik
dari kita yang akan mendatanginya. Jangan terlalu pede merasa
satu-satunya laki-laki yang paling baik sedunia.
Salah satu tanda adanya peningkatan iman, adalah semakin besarnya
perhatian dan kepedulian terhadap istri. [Bihar al Anwar, jilid 103,
hal. 228].
Mari jadi suami yang setia, hangat dan menyenangkan bagi istri.
(Disalin dari tulisan Ismail Amin, Mahasiswa Al-Mustafa International University)